writing by KANG DONI (PGM)
Nah, kali ini saya akan menceritakan enaknnya bersepeda gunung. Yang bisa menceritakan pastilah ia yang pernah merasakannya sendiri. Jadi, wajarlah ibu saya dan saya dulu memandang remeh bersepeda gunung. Secara logika memang begitu : Mau-maunya repot-repot. Kurang kerjaan aja.
Ada banyak hal. Nanti bisa kau tambahkan jika kurang.
1 . Pertama, Refreshing. Ketika beban di kepala terasa berat memikirkan berbagai urusan, maka perlu hiburan untuk menguraikan ikatan kepenatan itu. Boleh jadi fisik memang capek bin tepar. Tapi ada suatu kepuasan tersendiri ketika kau melihat pemandangan indah dari atas gunung. Pemandangan di bawah sana, dimana rumah-rumah terlihat kecil, sungai terlihat seperti benang putih. Pemandangan di langit, dimana awan terlihat begitu dekat, bahkan kau berada di atas awan. Dan terakhir adalah pemandangan di gunung itu sendiri, pepohonan dan berbagai tumbuhan terlihat seperti hamparan karpet hijau yang menyelimuti bukit dan gunung. Belum lagi bunga eidelwis yang mempesona itu.
2 . Kedua, karakterisasi. . Maksud saya, selama perjalanan di gunung kita akan dengan mudah mengenal karakter kawan seperjalanan kita. Watak aslinya akan keluar. Terlihat dengan jelas. Topeng-topeng yang selama ini dipakai atau yang kita pakaikan terbuka. Ada perjalanan bersama, bermalam bersama, juga urusan materi. Komplet sudah, sesuai pesan nabi jika kau ingin mengenal tentang seseorang, lakukan 3 hal itu. Jadi, jika kau ingin menyelidiki seseorang -bisa untuk dijadikan sahabat, atau bahkan jadi pasangan hidup- untuk orang lain atau untukmu sendiri, maka salah satu caranya adalah dengan mengajaknya bersepeda gunung.
3 . Ketiga, kontemplasi. Selama bersepeda gunung, saya sering merenungkan berbagai hal tentang kehidupan. Kadang hanya berada di alam pikiran, tidak jarang saya mengatakannya dengan lisan. Mengajak rekan perjalanan ikut merenungi apa yang saya pikirkan.
“Hei kawan, kau lihat itu. Rumah-rumah besar, gedung mewah yang selalu dibanggakan orang dari sini nampak begitu kecil. Tak ada apa-apanya. Tak ada harganya”
“
Beginilah kehidupan, kalau tidak ada cahaya kita bisa terperosok dalam jurang kebinasaan, atau tersesat tanpa tujuan (naiknya malam hari,). Namun, ada cahayapun belum cukup. Kau musti tetap berlelah-lelah demi mencapai tujuan. Karena sampai puncak sana, lelahmu akan terbayar. Begitu juga di surga kelak”
Begitulah, saya sering ngelantur ngomong sendiri. Syukur didengar kawan saya. Tidak juga gapapa. Karena sejatinya saya sedang ngomong dengan diri saya sendiri.
4 . Keempat, koleksi. Banyak hal yang bisa dikoleksi sepulang naik gunung. Tidak hanya koleksi foto-foto yang bertambah. Tapi juga koleksi pengalaman, koleksi cerita dari kawan, koleksi petualangan, juga koleksi tulisan. Karena tidak semua orang memiliki koleksi itu. Suatu saat kelak bisa jadi bahan untuk bercerita pada anak cucumu. Keren bukan?
5 . Kelima, dzikir. Mengingat Tuhan. Menghubungkan semuanya dengan kebesaran Tuhan. Allahu Akbar. Meski di urutan kelima, justru inilah yang paling penting. Bahwa gunung yang perkasa ini hanyalah sesuatu yang kecil. Allahlah yang Mahaperkasa.
Jika Dia berkehendak, bisa saja kau terjatuh, kaki patah. Sedangkan rumah sakit begitu jauh, untuk turunpun susah. Kalau saja tersesat, itu sudah disebut bencana. Makanan dan air terbatas. Maka saat naik gunung, kepasrahan kepada Tuhan benar-benar terasa. Berdzikir dengan cara ini bahkan lebih dahsyat dibanding dengan sekedar duduk di masjid sambil memegang tasbih mengucapkan kalimat dzikir.
Sepertinya lima hal itu sudah cukup, ada yang mau menambahkan?
Ingat juga, bahwa jika diniatkan untuk ibadah, Insya Allah akan mendapatkan pahala yang setimpal dengan kelelahan. Asam laktat yang terkumpul di otot-otot sehingga menyebabkan pegal-pegal, kelak akan menjadi saksi. Tempurung lutut yang serasa hampir lepas, juga akan menjadi saksi. Saksi bahwa pemiliknya melakukan Iqra’. Membaca kebesaran Tuhannya, mendaki gunung untuk beribadah.
Saya tutup tulisan ini dengan salah satu hasil perenungan saya:
Setinggi dan sejauh apapun bersepeda yang kita lalui, sehingga membuatmu lelah tapi begitu bangga bisa menaklukkannya, Ada gunung bukit dan sungai yang harus aku taklukkan, ini lebih sulit.di bandingkan yg ada di dalam hatimu. Berupa kesombongan. Menolak kebenaran dan merendahkan orang lain. bersepeda itu yang harus kau taklukkan, meski begitu berat....sekilas saya lampirkan gambar2petualangan kami bersama temen temen seperjuangan kami yaitu PGM(purwakarta gowes mania) semoga bisa bermanfaat dan bisa mempererat persaudaraan dian tara kita dan bisa menambhkan kecintaan kita terhadap alam dan lingkungan kita......akhir kata kami sebagai penulis mengucapkan WASSALAM SEKIAN DAN TERIMA KASIH.....
t o p bgt....
BalasHapusmantap .. top banget om ! gowes memang pilihan tepat.. sehat fisik sehat psikis juga !
BalasHapusblogwaling yuks ...
gowesforhealth.blogspot.com